Thursday, March 10, 2011

Orang-Orang Paling Misterius di Indonesia

Orang-Orang Paling Misterius di Indonesia

Supriyadi
Siapa sih yang tidak kenal dengan sosok   pahlawan satu ini. Kalo  elo-elo gak tau, tandanya pas pelajaran sejarah   pada tidur di kelas  ya, hehehe…Supriyadi adalah pahlawan nasional   Indonesia, pemimpin  pemberontakan pasukan Pembela Tanah Air (PETA)   terhadap pasukan  pendudukan Jepang di Blitar pada Februari 1945. Ia   ditunjuk sebagai  menteri keamanan rakyat pada kabinet pertama Indonesia,   namun tidak  pernah muncul untuk menempati jabatan tersebut.

  Pada waktu  itu, Supriyadi memimpin sebuah pasukan tentara   bentukan Jepang yang  beranggotakan orang orang Indonesia. Karena   kesewenangan dan  diskriminasi tentara Jepang terhadap tentara PETA dan   rakyat Indonesia,  Supriyadi gundah. Ia lantas memberontak bersama   sejumlah rekannya sesama  tentara PETA. Namun pemberontakannya tidak   sukses. Pasukan pimpinan  Supriyadi dikalahkan oleh pasukan bentukan   Jepang lainnya, yang disebut  Heiho.



  Kabar yang berkembang kemudian, Supriyadi  tewas. Tetapi,   hingga kini tidak ditemukan mayat dan kuburannya. Oleh  karena itu,   meski telah dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh  pemerintah,   keberadaan Supriyadi tetap misterius hingga kini. Sejarah  yang ditulis   pada buku-buku pelajaran sekolah pun menyebut Supriyadi  hilang.

  Namun yang membikin sosok Supriyadi semakin  misterius   adalah banyaknya kemunculan orang-orang yang mengaku sebagai  Supriyadi.   Salah satu yang cukup kontroversial adalah sebuah acara  pembahasan   buku ‘Mencari Supriyadi, Kesaksian Pembantu Utama Bung  Karno’, yang   diadakan di Toko Buku Gramedia di Jalan Pandanaran  Semarang. Dalam   acara itu, seorang pria sepuh bernama Andaryoko Wisnu  Prabu membuka   jati diri dia sesungguhnya. Dia mengaku sebagai Supriyadi,  dan kini   berusia 88 tahun.

  Namun sampai sekarang  pengakuan tersebut belum bisa   dibuktikan kebenarannya, meski secara  perawakan dan sejumlah saksi   membenarkan klaim tersebut.


 Tan Malaka
  Salah satu  sosok pahlawan nasional kita yang   terlupakan. Mungkin salah sedikit  (atau satu-satunya) sosok pahlawan   yang memiliki kisah petualangan dari  negara ke negara lain dan menjadi   sosok yang paling dicari oleh Belanda  dan banyak negara lain. Selain   itu, pada masa revolusi kemerdekaan  keberadaannya selalu dicari oleh   para pejuang pada saat itu (termasuk  oleh Bung Karno) karena hobinya   melakukan penyamaran untuk menghindari  mata-mata musuh, sehingga   sosoknya selalu misterius dan tidak banyak  yang mengenal dengan pasti   seperti apa sosok yang bernama asli Sutan  Ibrahim gelar Datuk Tan   Malaka itu.

  Namun  sayangnya keberadaan dari tokoh aliran kiri ini   hilang secara misterius  dalam pergolakan revolusi kemerdekaan itu.   Konon kabarnya Tan Malaka  dibunuh pada tanggal 21 Februari 1949 atas   perintah Letda Soekotjo dari  Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya di   daerah Kediri, Jawa Timur. Hingga  kini makamnya tidak pernah bisa   ditemukan.


 Gunadarma
  Borobudur  dan Gunadarma adalah dua nama yang tidak bisa   terpisahkan. Dalam  sejumlah literatur, Candi Borobudur diarsiteki oleh   sekelompok kaum atau  sekelompok brahmana yang meletakkan dasar pada   sebuah tempat pemujaan  nya dan kemudian entah beberapa waktu kemudian   (kemungkinan bisa  puluhan, ratusan atau malah ribuan) dibuatkan sebuah   proyek mega  raksasa, pemberian sebuah “kulit” yang katanya dikepalai   oleh seorang  arsitek bernama Gunadarma.

  Sedangkan siapa sebenarnya  sekelompok kaum brahmana yang   terdahulu tidak diketemukan catatan resmi  tentang mereka, kemudian   cerita tentang kepala penanggung jawab mega  proyek pembuatan “kulit”   situs tersebut yaitu Gunadarma juga tidak ada  sebuah keterangan resmi   mengenainya, bisa jadi kata Gunadarma adalah  sebuah kata symbol dan   bukan merupakan nama seseorang.

  Kalau  memang benar Gunadarma yang mengarsiteki pembangunan   Candi Borobudur,  maka perlu kita acungi jempol (kalo perlu pake empat   kaki!) bagaimana  Gunadarma melakukan perencanaan yang tepat dengan   kondisi teknologi yang  pada saat itu belum begitu canggih. Namun sampai   saat ini nama  Gunadarma dan Borobudur itu sendiri masih menjadi   misteri yang belum  bisa diungkapkan dengan tuntas.

 
Ki Panji Kusmin
 Suatu  ketika majalah Sastra, dengan cetakan   tahun VI No. 48, Agustus 1968,  memuat sebuah cerpen yang berjudul   Langit Makin Mendung yang dikarang  oleh Ki Panji Kusmin (diduga ini   nama samaran). Cerpen ini bercerita  tentang Nabi Muhammad yang memohon   izin kepada Tuhan untuk menjenguk  umatnya. Disertai malaikat Jibril,   dengan menumpang Bouraq, Nabi  mengunjungi Bumi. Namun Bouroq   bertabrakan dengan satelit Sputnik  sehingga Nabi serta Malaikat Jibril   terlempar dan mendarat di atas  Jakarta. Di situ Nabi menyaksikan  betapa  umatnya telah menjadi umat yang  bobrok. Cerpen ini adalah  sindiran  terhadap laku keagamaan masyarakat  luas yang ''menyimpang''  pada waktu  yang belum jauh berselang dari  terjadinya Tragedi 1965.

  Namun akibat penerbitan Cerpen  yang bikin heboh umat ini,   Ki Panji Kusmin dituduh telah melakukan  penodaan terhadap agama karena   mempersonifikasikan Tuhan, Nabi Muhammad,  dan Malaikat Jibril. Tanpa   ampun lagi H.B. Jassin selaku penanggung  jawab majalah itu dibawa ke   pengadilan dan dipaksa untuk mengungkap  siapa sebenarnya Ki Panji   Kusmin. H.B. Jassin menolak untuk mengungkap  jati diri Ki Panji Kusmin.   Untuk itu ia dituntut Pengadilan Tinggi Medan  dan divonis in absentia   berupa kurungan selama satu tahun dan masa  percobaan dua tahun.

  Dan sampai saat ini pun identitas dari Ki  Panji Kusmin   tidak terungkap  dan dibawa hingga ke liang lahat oleh H.B.  Jassin.


 Imam Sayuti alias Tebo
  Suatu hari,  pada 1970 hiduplah sepasang suami-istri Fai   dan Nasikah di lereng Gunung  Watungan, Desa Wuluhan, Kecamatan Ambulu,   Kabupaten Jember, Jawa Timur.  Fai bekerja sebagai kuli bangunan,   istrinya membantu mencari kayu di  hutan Ambulu. Masih pengantin baru,   konon mereka belum sempat  berhubungan suami-istri, Fai pergi ke kota   untuk bekerja di proyek. Fai  pun pamit untuk jangka waktu lama.

  Ternyata,  baru tiga hari pamitan, 'Fai' pulang lagi   menemui Nasikah. (Dipercaya  sebagai gendruwo atau makhluk halus.   Postur, cara bicara, suara, dan  perilakunya persis Fai, sang suami   asli). Nah, si gendruwo yang menyamar  sebagai Fai ini kemudian   menyetubuhi Nasikah.

  Nasikah,  wanita desa itu, tenang-tenang saja karena   menganggap 'laki-laki' itu  suaminya yang sah. Bulan ketujuh Nasikah   hamil, Fai palsu pamit.  Datanglah Fai yang asli. Maka gegerlah sudah   keluarga baru ini. Untung  saja, ulama terkemuka di Ambulu meminta Fai   untuk bersabar karena  istrinya tidak selingkuh. Ada pesan atau isyarat   spiritual yang terjadi  dengan istrinya. Lalu, lahirlah bayi penuh   rambut di tubuh dengan  bintik-bintik merah. Orang tuanya memberi nama   Imam Sayuti. Tapi  laki-laki kekar ini diberi nama gaib, Tebo, sesuai   dengan petunjuk 'dari  langit'. Tebo kemudian diasuh oleh pasangan   suami-istri ini layaknya  anak mereka sendiri.

  Sosok ini cukup menarik perhatian ketika  Tebo dititipkan   oleh manajer Wahana Misteri (penyelenggara pameran yang  berkaitan   dengan hal-hal gaib) pada tahun 1990 dan menjadi bintang  pameran di   sana. Akhirnya kontroversi keberadaan sosok ini merebak.

  Tentu suatu  hal yang ganjil jika ada makhluk alam lain   bisa ’bersetubuh’ dengan  manusia dan melahirkan manusia ’gado-gado’.   Hingga saat ini belum ada  penelitian yang lebih ilmiah untuk   membuktikan keberadaan ’makhluk’ ini.


 Perobek Bendera  Belanda di Hotel Oranje
  Peristiwa 10 November 1945 tentu tidak  lepas dari   dipicunya oleh salah satu peristiwa yang paling heroik, yaitu  perobekan   bendera Belanda di atas Hotel Oranje. Kisah ini dipicu oleh  berita   bahwa di Hotel Oranje di Tunjungan telah dikibarkan bendera  Belanda   merah-putih-biru oleh Mr Ploegman. Tentu saja hal tersebut tidak    diterima oleh para arek-arek Suroboyo yang merasa pengibaran bendera    tersebut dianggap sebagai penghinaan sebagai bangsa yang merdeka.

  Pada  akhirnya Mr. Ploegman dibunuh oleh seorang pemuda   mendekati dirinya  tanpa ia ketahui dan menusukkan pisaunya   bertubi-tubi. Pada saat itu Mr.  Ploegman menghadapi ribuan massa di   depan hotel yang menuntut penurunan  bendera triwarna tersebut. Pada   saat itu teriakan untuk menurunkan  bendera kian membahana. Sejumlah   pemuda telah membawa tangga untuk naik  ke atap hotel, terdapat 8 sampai   10 pemuda. Dari atap ada yang naik ke  tiang bendera dalam gemuruh   teriakan, lalu bagian biru bendera itu pun  dirobek, dan jadilah kini   Sang Merah Putih yang berkibaran di angkasa.

  Lalu yang  menjadi pertanyaan adalah siapakah yang menjadi   perobek bendera  tersebut? Dalam kondisi yang sangat kacau dan penuh   massa, tentu tidak  mudah bagi para saksi sejarah untuk mengetahui   secara pasti siapakah  yang melakukannya.

 Penulis Buku Darmogandhul
  Mungkin di  antara karya-karya sastra kuno berbahasa Jawa,   kitab Darmogandhul adalah  salah satu sastra Jawa yang sangat   kontroversial. Selain isinya banyak  memutarbalikkan ajaran agama   tertentu, juga kitab ini sarat dengan  sejumlah keganjilan-keganjilan   sejarah sebenarnya.
  Walaupun  menggunakan latar belakang kisah runtuhnya   Majapahit dan berdirinya  kerajaan Demak Bintara, namun kisah   Darmogandhul mencuatkan hal-hal yang  tidak masuk akal pada zamannya.   Hal ini didapati pada untaian kisah  berikut: 
 … wadya Majapahit ambedili, dene wadya Giri  pada pating  jengkelang  ora kelar nadhahi tibaning mimis, …
  Maksudnya:  pasukanMajapahit menembak dengan senapan,   sedangkan pasukan Giri  berguguran akibat tidak kuat menerima timah   panas. Apakah zaman itu  sudah digunakan senjata api dalam berperang?   Hal tersebut tidak mungkin  sebab senjata api baru dikenal sejak   kedatangan bangsa Eropa ke bumi  Nusantara. Darmogandhul ditulis setelah   kedatangan bangsa Eropa, bukan  pada saat peralihan kekuasaan dari   Majapahit ke Demak Bintara.

  Lalu  siapakah sebenarnya penulis kitab ini? Sampai saat   ini belum ada yang  bisa menunjukkan secara pasti siapakah pengarang   kitab ’ngawur’ ini.  Namun dari sejumlah analisis tulisan dan latar   belakang sejarah dalam  kitab itu, Darmogandhul ditulis pada masa   penjajahan Belanda. Penulis  Darmogandul bukan orang yang tahu persis   sebab-sebab keruntuhan  Majapahit yakni Perang Paregreg yang   menghancurkan sistem politik dan  kekuasaan Majapahit, juga hilangnya   pengaruh agama Hindu. Kitab  Darmogandhul diduga hanya produk rekayasa   sastra Jawa yang dipergunakan  untuk kepentingan penjajah Belanda.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...