Istilah Bom Buku Ancam Minat Baca Anak-Anggota Komisi X DPR Rohmani mengatakan, penyebutan istilah bom buku akhir-akhir ini berpotensi menimbulkan efek negatif terhadap minat baca masyarakat, khususnya anak-anak. "Anak-anak tidak terlalu paham persoalan ini. Hal ini bisa menjauhkan anak-anak dari mencintai buku. Padahal menurut saya, buku itu harus menjadi benda yang menyenangkan bagi mereka. Bukan sebaliknya, benda yang menyeramkan atau menakutkan," katanya.
Dalam penjelasannya kepada ANTARA di Bogor, Selasa, anggota Fraksi PKS ini meminta berbagai pihak agar segera menghentikan penggunaan istilah tersebut. Pemakaian istilah bom buku ini, kata dia, sedikit banyak akan mempengaruhi persepsi masyarakat tentang buku. "Bila istilah ini terus digunakan tidak mustahil buku akan dipersepsi sebagai barang yang menyeramkan," katanya.
Persepsi seperti itu akan kontraproduktif dengan makna ideal buku sebagai sumber pencerdasan dan pencerahan, katanya. "Seharusnya buku itu dijadikan benda yang menyenangkan. Benda yang terhormat karena memberikan pencerahan kepada siapa pun," katanya.
Rohmani yang juga pendiri "Masyarakat Cinta Baca" ini memandang hal ini sebagai persoalan serius mengingat begitu rendahnya minat baca masyarakat. "Minat baca kita sangat lemah dibandingkan negara-negara tetangga. Indeks membaca orang Indonesia hanya 0,001, artinya 1.000 warga Indonesia hanya membaca satu buku. Sementara negara tetangga, Singapura, memiliki indeks membaca 0,55," katanya.
Menurut dia, kenyataan ini merupakan persoalan yang sama seriusnya dengan musibah-musibah yang terjadi belakangan ini. "Penggunaan buku sebagai media untuk meneror adalah tragedi," kata anggota komisi yang mengurusi masalah pendidikan, olah raga dan kebudayaan ini.
Kondisi ini, katanya, sangat disesalkan apalagi minat baca masyarakat "jeblok" (jelek) sejak tahun 1950. "Hingga hari ini Indonesia masih menempati posisi yang tidak membanggakan dalam soal minat baca. Ironisnya, buku dijadikan alat untuk melakukan teror," katanya.
"Yang pasti, saya pribadi merasa sedih melihat hal ini. Buku yang seharusnya memperkaya keilmuan kita justru dijadikan alat untuk menakut-nakuti. Sekarang ada istilah baru, bom buku. Kita sudah jauh dengan buku. Dengan adanya kejadian ini secara tidak langsung akan mempengaruhi persepsi masyarakat, terutama anak-anak yang seharusnya diedukasi untuk mempersepsi buku sebagai gudang ilmu," katanya.(republika)
|
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment