“Mereka bisa memanfaatkan software yang dibuat khusus untuk mengontrol sumber informasi di Twitter kemudian menggabungkannya dalam bentuk pendataan. Pada akhirnya, software itu akan memberikan kesimpulan soal karakteristik pembicaraan di jejaring sosial Twitter,” ujar pengamat teknologi Budi Raharjo saat dihubungi INILAH.COM.
Misalnya, ujar Budi, pemerintah ingin mencari tahu pembicaraan sekelompok masyarakat sekaligus tema yang paling sering dibicarakan. "Perangkat lunak itu akan membuat pengelompokan pengguna Twitter sekaligus melakukan identifikasi tema," jelasnya.
Meskipun begitu, Budi menilai saat ini program tersebut biasanya tidak dijual di pasaran, melainkan dikembangkan oleh masing-masing individu.
Selanjutnya, pihak intelejen juga bisa mencari tahu ‘suasana hati’ masyarakat via jejaring sosial untuk mencegah indikasi pemberontakan, seperti yang terjadi di Timur Tengah.
"Ada beberapa perangkat lunak yang bisa mengelompokkan data tanggapan positif atau negatif terhadap suatu organisasi berdasarkan kata yang paling sering digunakan," katanya.
Selain itu, jika pemerintah ingin melacak seseorang, Budi mengakui ini cukup sulit kecuali pihak yang dicurigai menggunakan alamat email yang sama untuk setiap akun di internet.
“Misalnya, mereka menggunakan alamat email yang sama untuk penggunaan di blog, Twitter, Facebook, Multiply dan situs publik lainnya. Pemerintah hanya perlu mencari alamat email yang biasa mereka gunakan,” kata Budi lagi.
Di sisi lain, Budi menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir keberadaan intelejen yang mengawasi penggunaan internet dalam ranah informasi publik.
"Akun Twitter dan Facebook sebagian besar masyarakat biasanya tergolong informasi publik karena mereka seringkali tidak mengatur akun mereka dengan lebih tertutup. Karenanya, siapapun bisa melihat. Tergantung pemerintah mau mengolahnya seperti apa,” katanya.
Sumber: inilah.com
No comments:
Post a Comment