8 Negara Muslim Beresiko Hadapi Revolusi Seperti Mesir
Sebagai negara terbesar di dunia Arab, revolusi 19 hari di Mesir yang akhirnya berhasil menumbangkan kekuasaan Presiden Husni Mubarak menjadi tren yang meluas ke Timur Tengah. Perlawanan terhadap rezim otoriter sudah terjadi di sejumlah negara Arab.
revolusi di Mesir tidak lepas dari peran anak-anak muda di negeri itu, kondisi sosial dan akses mereka pada perkembangan teknologi dunia maya, terutama jejaring sosial yang digunakan untuk mengerahkan massa dan dukungan.
Pertanyaan di benak banyak orang sekarang adalah, siapa lagi pemimpin yang akan bernasib sama dengan Mubarak? Setidaknya ada 8 negara Muslim yang menghadapi resiko revolusi yang digerakkan oleh rakyat seperti yang terjadi di Mesir. Berikut kedelapan negara tersebut;
1. Maroko
Negara berbentuk kerajaan ini beresiko menghadapi revolusi seperti Mesir karena tingkat pengangguran yang cukup tinggi, sekitar 9,1 persen. Anak-anak muda Maroko juga sangat sadar teknologi dan aktif menggunakan sosial media di internet. Situasi di Mesir, membuat pemerintah kerajaan Maroko dengan cepat melakukan antisipasi dengan membuat sejumlah rencana reformasi. Untuk itu, pemerintah Maroko membentuk Komisi Pemerintah yang membuat rincian kebijakan reformasi itu.
2. Yordania
Negara ini juga berbentuk kerajaan. Tingkat pengagguran mencapai 14 persen. Sekitar 38-39 persen rakyat Yordania adalah pengguna internet. Sejak revolusi Mesir meletus, aksi-aksi massa yang memprotes pemerintah juga terjadi di Yordania dan memaksa pemerintahan negara itu melakukan berbagai kebijakan prorakyat, seperti subsidi untuk bahan pangan dan bahan bakar.
Raja Yordania, Raja Abdullah juga merombak pemerintahannya dan membentuk kabinet baru dengan prioritas melakukan reformasi seperti yang dituntut rakyatnya. Kecepatan pemerintah Yordania merealisasikan janj reformasinya akan menentukan nasib sang raja.
3. Suriah
Kekuasaan di negara ini dijalankan dengan sistem partai tunggal. Presiden Suriah sekarang adalah Bashar Al-Assad. Tingkat pengangguran di Suriah mencapai 8,1 persen. Negara ini cukup terbuka dalam hal penggunaan jejaring sosial seperti Facebook. Meski demikian, negara ini membatasi informasi yang berkaitan dengan perkembangan di Mesir. Para pengguna internet di Suriah yang ingin mencari informasi tentang Mesir akan sulit menemukannya, karena informasi-informasi semacam itu sudah diblokir.
Masalah ekonomi tidak terlalu menjadi persoalan di Suriah. Dalam menjalankan pemerintahannya, Presiden Al-Assad juga tidak seburuk Husni Mubarak. Pemerintahan Al-Assad meyakini bahwa posisi mereka aman, karena kedekatan mereka dengan isu-isu Palestina, Iran dan ketegasan menghadapi tekanan Barat.
4. Arab Saudi
Negara berbentuk kerajaan absolut ini juga menghadapi aksi massa beberapa bulan terakhir terkait ketidakpuasan rakyatnya, terutama penduduk kota Jeddah, terhadap pemerintah yang dianggap gagal mengatasi masalah banjir. Meski tidak bernuansa politik, aksi-aksi massa itu ditengarai bisa memicu aksi massa antipemerintah yang lebih luas.
Tiga juta rakyat Saudi adalah pengguna Facebook dan jumlah pengguna jejaring sosial Twitter di Saudi makin meningkat. Sementara tingkat pengangguran mencapai 10 persen. Tingginya tingkat pengangguran dan tekanan dari kelompok minoritas Syiah di negara itu menjadi ancaman bagi kerajaan Saudi. Tapi kekuatan militer negara ini, dinilai mampu mengatasi aksi-aksi massa dan gejolak yang terjadi di masyarakat.
5. Iran
Negara berbentuk Republik Islam ini memilih presidennya lewat pemilu. Namun yang kekuasaan yang paling menentukan di Iran adalah seorang "pemimpin tertinggi" yang berperan sebagai pemimpin agama dan pemimpin politik.
Pemilu terakhir di Iran dimana Mahmud Ahmadinejad terpilih untuk kedua kalinya sebagai presiden, diwarnai dengan gerakan kelompok oposisi yang menolak supremasi keagamaan di negara itu. Namun gerakan itu berhasil diredam. Aksi massa di Iran, terutama dari kelompok oposisi, kembali memanas di Iran menyusul revolusi Mesir. Gerakan itu tidak lepas dari peran jejaring sosial macam Facebook dan Twitter yang digunakan kelompok-kelompok antipemerintah di Iran maupun di luar Iran.
6. Libya
Negara di kawasan Afrika Utara ini dipimpin oleh seorang pemimpin tunggal Muammar Gaddafi. Kelompok Ikhwanul Muslimin di negara Libya memegang peranan penting sebagai kelompok oposisi. Mereka menggunakan jejaring sosial Facebook dalam melakukan kampanye dan mencari dukungan untuk mengkritisi pemerintah.
Gaddafi dikenal sebagai pemimpin yang eksentrik dan menginginkan puteranya meneruskan kekuasaannya di Libya. Negara ini memang tidak diguncang aksi unjuk rasa karena masalah perekonomian, tapi ambisi Gaddafi mengangkat puteranya sebagai penguasa Libya selanjutnya, membuat rakyat negara itu tidak puas.
7. Yaman
Masalah pengangguran dan Al-Qaida menjadi ancaman negara Yaman. Negara yang dipimpin seorang presiden ini berpenduduk 23,4 juta jiwa dan 2,2 juta orang di negara itu punya akses ke jejaring sosial macam Facebook. Tingkat pengangguran di Yaman mencapai 40 persen.
Aksi-aksi massa seperti di Mesir sudah terjadi di Yaman. Rakyat menuntut reformasi pemerintahan dan perbaikan ekonomi. Eksitensi kelompok Al-Qaida Semenanjung Arab dipekirakan akan membuat gerakan-gerakan rakyat itu menjadi radikal.
8. Pakistan
Tingkat pengangguran di negara yang menerapkan sistem republik demokrasi ini sekitar 14 persen. Mayoritas rakyat pakistan cukup "melek" teknologi internet dan pengguna terbesar jejaring sosial meski pemerintah membatasi akses internet sejak kasus pelecehan terhadap Nabi Muhammad Saw.
Pakistan mengalami menghadapi krisis ekonomi yang akut, lemahnya kepemimpinan dan tidak jelas sikapnya berkaitan dengan hubungannya dengan AS dan Taliban. Kekuatan massa di Pakistan digerakkan oleh kelompok Islam fundamentalis yang antipemerintah. Sementara militer masih menjadi kekuatan terbesar di negara ini.(eramuslim)
No comments:
Post a Comment